Mengenal Julukan Viral yang Menjadi Identitas Generasi Z, Dari "Anak Senoparty" hingga "The Nuruls"
Warehouse :

Butuh Bantuan? +628999373777

Warehouse
0 Cart Keranjang
  • Keranjang Kamu

    0
  • Subtotal
    0
  • Lihat Keranjang
Mengenal Julukan Viral yang Menjadi Identitas Generasi Z, Dari "Anak Senoparty" hingga "The Nuruls"

Mengenal Julukan Viral yang Menjadi Identitas Generasi Z, Dari "Anak Senoparty" hingga "The Nuruls"

DB KLIK - Kamu pasti sering menemukan julukan-julukan viral yang saat ini sering muncul di media sosial, seperti "Anak Senoparty" hingga "The Nuruls". Lantas apakah kamu tahu arti dari julukan-julukan viral tersebut?

Kali ini tim DB Klik akan mengulik tentang julukan viral yang kini menjadi identitas sekelompok anak muda khususnya generasi Z.

Julukan tersebut pun sampai viral secara bergantian. Satu di antaranya terdapat “The nuruls" yang relatif ramai dibahas dengan lebih 3.400 konten video di TikTok.

Sebutan-sebutan tersebut umumnya identik dengan gaya hidup, seperti “anak senoparty” yang menikmati kehidupan malam di kawasan Senopati, Jakarta Selatan.

Kebalikannya adalah "the nuruls" disebut-sebut menyukai kafe live music yang tidak menyediakan minuman beralkohol.

"Jamet kuproy" bergaya busana khas celana jins sobek dan kaus oversized, serta menikmati genre house music.

Baca juga : Mengenal Apa Itu All Eyes on Papua yang Viral di Media Sosial, Ini Tujuan dan Maknanya

Sedangkan "anak skena" identik dengan musik indie dan fesyen khas celana kargo, kaus oversized, sepatu sneakers yang sedang menjadi tren.

Pilihan gaya hidup, selera musik, atau baju tersebut sebetulnya adalah ekspresi anak muda yang disebut oleh sosiolog Talcott Parsons sebagai youth culture atau budaya muda yang muncul.

Generasi ini membangun identitas berdasarkan pilihan gaya hidup seperti musik dan selera fashion.

Mengutip Lisa Nakamura dalam bukunya "Cybertypes: Race, ethnicity, and identity on the Internet" mengagas istilah cybertyping.

Yakni bentuk penciptaan dan penyebaran stereotip berdasarkan gender, usia, seksualitas, dan lokasi geografis yang dibuat oleh kelompok dominan di dunia maya.

Internet awalnya menjanjikan kebebasan berekspresi dan menciptakan identitas baru menggunakan teknologi digital seperti media sosial.

Namun, menurut Lisa, faktanya kelompok yang terpinggirkan di dunia nyata kembali termarjinalkan di dunia maya. Mereka tetap dibelenggu oleh stereotip sama yang ada di dunia nyata.

Kelompok dominan di internet berusaha mengekang kebebasan mereka yang marjinal itu dengan strategi othering, yakni menentukan siapa yang berada pada in-group dan out-group.

Pakar analisis wacana T.A. van Dijk mengatakan, strategi othering biasanya diteruskan dengan wacana rasis, yakni penggambaran negatif tentang mereka yang dianggap out-group dan sebaliknya representasi positif terhadap in-group.

Caranya dengan menciptakan cemoohan dan julukan yang menunjukkan superioritas dalam hal ekonomi, tingkat pendidikan, atau lokasi geografis.

Lantas apakah cybertyping berbahaya?

Melansir Kompas, Cybertyping melahirkan julukan dan cemoohan yang biasanya bersifat halus dan kadang tidak langsung sehingga publik sering tidak merasa ada masalah.

Namun bentuk wacana rasis seperti ini tetap berisi ancaman terhadap kesejahteraan dan kualitas hidup mereka yang dianggap berbeda. Othering, bukan saja berisi prasangka dan pengucilan berdasarkan identitas, tetapi juga menumbuhkan ketimpangan dan bisa berujung pada persekusi.

Jadi cybertyping adalah risiko daring baru yang muncul antara lain akibat adanya kesenjangan akses terhadap internet atau biasa disebut dengan istilah digital divide.

Prakteknya lebih halus dan tidak kentara seperti kejahatan digital atau ujaran kebencian, tetapi ada potensi memicu konflik, diskriminasi, hingga persekusi.

Maka mengatasi digital divide, menurut Nakamura, perlu pendekatan pada dua lapisan, yakni teknologi dan budaya.

Baca juga : Resmi Izinkan Konten Dewasa, Twitter Terancam Diblokir Kominfo

Lapisan teknologi biasanya lebih banyak dibahas, yakni dengan meningkatkan akses terhadap internet seperti penyediaan internet gratis atau penyediaan perangkat.

Namun cara tersebut juga harus disertai dengan pendekatan pada lapisan budaya, yakni penyusunan kebijakan tentang internet termasuk panduan komunitas penggunaan internet perlu memperhatikan dampak cybertyping.

Literasi media digital juga perlu menyertakan persoalan cybertyping sehingga pengguna media sosial lebih bijak dalam membuat konten agar tidak diskriminatif terhadap kelompok tertentu.

Lalu mereka berpotensi menjadi korban dari konten media sosial perlu diperlengkapi cara menghadapinya agar semua kelompok masyarakat tetap bisa beraktivitas dengan aman di internet dan memperoleh benefit secara optimal dari internet.


DB Klik - Toko Komputer Surabaya yang terpercaya di Indonesia. Menjual berbagai macam kebutuhan elektronik yang lengkap seperti laptop, gadget, gaming, lifestyle, dan aksesoris. Belanja kebutuhan elektronik yang lengkap dan hemat langsung melalui Website DB Klik, Dijamin Berkualitas.

Social Share
Loading...
Follow Us

Ikuti media sosial DB Klik untuk mendapatkan berita terbaru, diskon, promo, dan event menarik lainnya dari kami.

Subscription

Join sebagai subscriber email di DB Klik untuk mendapatkan info kupon diskon.