Antara Garis Merah dan Kesombongan Dosa: Mengapa ‘S‑Line’ TikTok Perlu Dicermati?
Download DB Klik App Sekarang!
Warehouse :
Warehouse :
0 Cart Keranjang
  • Keranjang Kamu

    0
  • Subtotal
    0
  • Lihat Keranjang
Advertisement Logo
Rekomendasi Untukmu:
Antara Garis Merah dan Kesombongan Dosa: Mengapa ‘S‑Line’ TikTok Perlu Dicermati?

Antara Garis Merah dan Kesombongan Dosa: Mengapa ‘S‑Line’ TikTok Perlu Dicermati?

DB KLIK – Secara tiba-tiba, sebuah garis berwarna merah secara virtual yang muncul di atas kepala banyak orang, kini telah menjadi sebuah fenomena terbaru di jagat maya, khususnya platform TikTok.

Diketahui bahwa tren garis merah tersebut bernama ‘S-Line’, yang mana merupakan sebuah filter yang digadang-gadang mampu merepresentasikan berapa jumlah aktivitas intim dari seseorang yang mengaktifkan dan memakai filter itu.

Memang sejatinya terciptanya filter tersebut merupakan bagian dari sebatas hiburan belaka, akan tetapi para ahli psikologi hingga pemuka agama memberikan peringatan cukup keras mengenai adanya risiko serius di balik tren itu.

Beberapa risiko serius dari mengikuti tren ‘S-Line’ sendiri yakni akan berpotensi memunculkan tekanan mental pada para remaja hingga terbentuknya normalisasi pada kebanggaan akan perbuatan dosa yang sudah dilakukan.

Asal-Usul dan Ledakan Viral Tren 'S-Line'

Kemunculan tren ‘S-Line’ ini terjadi memang bukan begitu saja muncul dari ruang hampa.

(BACA JUGA: Link Streaming S Line Eps 3-4 Sub Indo & Sinopsis, Konflik dan Misteri Benang Merah Memanas)

Setelah mendalami di dunia maya, Tim DB Klik menemukan sebuah fakta bahwa inspirasi kemunculan tren tersebut berasal dari Drama Korea yang kini sedang sangat populer dan viral dengan judul yang sama, yakni ‘S Line’.

Diketahui bahwa drakor tersebut tayang pada tahun 2025 ini, di mana terdapat cuplikan adegan yang sangat ikonik menampilkan adanya visualisasi berupa munculnya ‘garis merah’ di atas kepala orang-orang yang juga sebagai pertanda ‘dosa’ mereka.

Semenjak kemunculan Drama Korea yang hanya bisa ditonton secara resmi melalui platform Wavve tersebut, kemudian juga pada saat yang sama tren ‘S-Line’ di TikTok merebak dengan tagar #SLineChallenge.

Keviralan tren ‘mengumbar dosa’ itu semakin menjadi-jadi, terlebih dengan didorong oleh bagaimana algoritma TikTok berjalan yang memprioritaskan konten dengan tingkat interaksi yang tinggi,

Tentunya, konten seperti #SLineChallenge sendiri akan berpotensi untuk mendatangkan interaksi tinggi seperti duet, stitch hingga komentar yang kontroversial.

(BACA JUGA: S Line Eksklusif di Wavve Korea: Panduan Akses dari Indonesia via VPN beserta Risikonya)

Dampak Psikologis: Hiburan yang Menekan Mental

Di permukaan, reaksi pengguna media sosial tampak ringan dan ada yang terkejut, tertawa, atau pura-pura bangga. 

Namun, menurut Dr. Rina Astuti, M.Psi., psikolog klinis yang fokus pada isu remaja dan media sosial, tren ini bisa menjadi pedang bermata dua.

“Bagi remaja yang sedang dalam fase rentan pencarian identitas, tren seperti ‘S-Line’ dapat menciptakan standar validasi yang keliru,” jelas Dr. Rina saat dihubungi DB Klik, Jumat (18/7). 

“Secara tidak sadar, mereka mulai mengukur nilai diri dari ‘skor’ fiktif ini,” tambahnya.

“Mereka yang ‘garisnya pendek’ atau tidak ikut tren berisiko merasa inferior, cemas, atau terasing. Ini adalah bentuk tekanan sosial digital yang nyata,” ucap Dr. Rina.

Ia menambahkan bahwa pameran skor tersebut, meski palsu, dapat menumbuhkan budaya kompetisi yang tidak sehat dan mengikis empati di kalangan pengguna muda.

Perspektif Agama: Jerat Al-Mujahirin di Era Digital

Dari sudut pandang keagamaan, fenomena ini menyentuh isu yang lebih dalam: kebanggaan atas perbuatan yang seharusnya menjadi aib. 

Dr. H. Asep Saifuddin, M.A., pakar Tafsir Hadis dari Surabaya, menjelaskan bahwa tindakan ini sangat dikecam dalam ajaran Islam.

“Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surah Ali ‘Imran, ayat 188, yang memperingatkan tentang orang-orang yang bergembira dengan perbuatan buruk yang mereka kerjakan,” ucapnya.

“Ini adalah cerminan dari kesombongan yang dibenci Allah,” tutur Dr. Asep.

Lebih lanjut, ia mengaitkan tren ini dengan konsep al-mujahirin yang disebut dalam sebuah hadis sahih.

“Setiap umatku akan diampuni (mu’afa) kecuali al-mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa)...” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Mujahirin,” terang Dr. Asep, adalah mereka yang melakukan dosa di malam hari dan Allah telah menutupinya, namun di pagi harinya ia justru menceritakan aibnya sendiri. 

Dalam konteks digital, mengunggah konten yang memamerkan atau membanggakan sesuatu yang bersifat aib adalah wujud mujaharah modern. 

Ini bukan hanya dosa, tapi juga tindakan membuka tabir perlindungan dari Allah.

Panduan Praktis Menavigasi Media Sosial Secara Sehat

Untuk melindungi diri dan keluarga dari dampak negatif tren serupa, berikut adalah beberapa langkah praktis yang direkomendasikan para ahli:

  1. Latih Algoritma Anda Secara Aktif:
    Saat menemukan konten ‘S-Line’, tahan video tersebut dan segera ketuk opsi “Tidak Tertarik” (Not Interested).
    Melakukan ini secara konsisten akan memberi sinyal jelas pada algoritma untuk berhenti menyajikan konten sejenis di laman For You Page (FYP) Anda.

  2. Gunakan Fitur Ruang Aman:
    Manfaatkan fitur “Teman Dekat” (Close Friends) di Instagram atau TikTok, atau atur akun menjadi privat.
    Ini menciptakan lingkungan interaksi yang lebih terkontrol dan positif, jauh dari tekanan validasi publik.

  3. Terapkan Jeda Digital Terjadwal:
    Alih-alih hanya membatasi waktu, tentukan jam-jam bebas gawai setiap hari (misalnya, satu jam sebelum tidur dan setelah bangun).
    Jeda ini membantu menjernihkan pikiran dan mengurangi ketergantungan emosional pada platform.

Menjadi Kreator Perubahan:
Alih-alih hanya menjadi konsumen pasif, ciptakan atau bagikan konten yang positif dan membangun. 

  1. Unggah tentang hobi, tips belajar, atau kutipan inspiratif untuk membantu menyeimbangkan ekosistem informasi di feed Anda dan orang lain.

Menuju Jejak Digital yang Bertanggung Jawab

Tren “S-Line” mungkin akan meredup secepat kemunculannya, seperti tren-tren viral lainnya. 

Namun, ia meninggalkan pelajaran berharga tentang persimpangan antara hiburan, etika, dan kesehatan mental di era digital.

Pada akhirnya, platform media sosial adalah alat yang netral. 

Tanggung jawab ada pada jemari kita untuk mengarahkannya pada hal-hal yang bermanfaat, menjaga martabat diri, dan menghormati nilai-nilai—baik sosial maupun spiritual. 

Dengan demikian, setiap gesekan layar bukan lagi sekadar hiburan sesaat, melainkan sebuah kontribusi untuk membangun ruang digital yang lebih sehat dan manusiawi. (*)


DB Klik - Toko Komputer Surabaya yang terpercaya di Indonesia. Menjual berbagai macam kebutuhan elektronik yang lengkap seperti laptop, gadget, gaming, lifestyle, dan aksesoris. Belanja kebutuhan elektronik yang lengkap dan hemat langsung melalui Website DB Klik, Dijamin Berkualitas.



Social Share
Loading...
Follow Us

Ikuti media sosial DB Klik untuk mendapatkan berita terbaru, diskon, promo, dan event menarik lainnya dari kami.

Subscription

Join sebagai subscriber email di DB Klik untuk mendapatkan info kupon diskon.